Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Pangeran H Khairul Saleh mengapresiasi penegak hukum yang telah menghentikan proses hukum tuntutan terhadap pelapor dugaan korupsi dana desa Citemu, Cirebon, Jawa Barat, Nurhayati.
Koranbanjarmasin.net – Politisi PAN dari Dapil Kalimantan Selatan ini, Selasa (2/3/2022) menyatakan, langkah Bareskrim Mabes Polri dan Kejaksaan Agung menghentikan proses hukum terhadap Nurhayati sangat tepat.
Sebelumnya Bareskrim Mabes Polri memang telah menghentikan dakwaan terhadap tersangka. Selain itu, Jaksa juga akan menerbitkan SKP2 (Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan) pada malam itu.
“Buat saya ini merupakan langkah terobosan yang tepat dan gerak cepat,” ucap Khairul Saleh.
Bareskrim Mabes Polri memang telah menghentikan dakwaan terhadap tersangka Nurhayati yang notabene sebagai pelapor kasus korupsi dana desa dengan tersangka Kades Desa Citemu.
Dan sore tadi diberitakan, bahwa pihak Kejaksaan RI melalui Jampidsus juga memastikan telah menghentikan proses hukum dan penuntutan terhadap yang bersangkutan.
“Adanya kepastian dua instansi di atas menghentikan kasus hukum terhadap tersangka Nurhayati menurut saya patut mendapatkan apresiasi istimewa,” katanya.
Mantan Bupati Banjar ini membuktikan apa yang menjadi keprihatinan publik terhadap kasus Nurhayati yang sesungguhnya adalah seorang pelapor kejahatan korupsi, tetapi malah dijadikan sebagai tersangka.
“Akhirnya dia memperoleh kembali haknya sebagai warga negara yang peduli atas tegaknya prinsip good government dan keadilan hukum,” tegasnya.
Pangeran menjelaskan, kalau pun sedikit di flashback Presiden Joko Widodo sudah pernah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
PP itu merupakan revisi atas Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Berdasarkan aturan ini Nurhayati seharusnya berpeluang dapat reward minimal apresiasi sebagai warga negara yang baik,” tuturnya.
Penghentian kasus ini imbuhnya, sudah diputuskan dengan tepat dan gerak cepat setelah melalui gelar perkara oleh Bareskrim Mabes Polri dan dari proses penelusuran perkara oleh Jampidsus Kejaksaan Agung.
Sehingga sampai pada kesimpulan bahwa perkara Nurhayati memang tidak patut dijadikan tersangka.
Ini membuktikan bahwa penanganan perkara hukum di negeri kita, patut kita syukuri masih bisa berjalan on the track dalam prinsip penegakkan asas keadilan hukum. Serta ini bukti koordinasi Bareskrim Polri dan Jampidsus sukses mengawal perkara sampai pada tahap penghentian penuntutan di pengadilan.
“Jangan takut menjadi whistleblower untuk negara ini lebih baik dan berkeadilan,” tandasnya.
Nurhayati, seorang Bendahara atau Kaur (Kepala Urusan) Keuangan Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, dijadikan tersangka kasus korupsi oleh Polres Cirebon.
Padahal, dirinya merupakan pelapor dari kasus dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Citemu Tahun Anggaran 2018-2020.
Dalam kasus ini, Kepala Desa Citemu, Supriyadi telah ditetapkan tersangka oleh kepolisian.
Lewat video, Nurhayati mengaku kecewa dirinya dijadikan tersangka. Padahal, dia merupakan pelapor serta telah membantu pihak kepolisian dalam penyidikan kasus tersebut hampir dua tahun.
Di ujung akhir tahun 2021, Kejaksaan Negeri (Kejari) melalui petunjuk Kepala Kejari (Kajari) Cirebon, Nurhayati ditetapkan sebagai tersangka
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengkritik atas penetapan tersangka terhadap Nurhayati.
Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution mengkhawatirkan, preseden buruk ini bakal menghambat upaya pemberantasan korupsi. Sebagai pelapor, Nurhayati mestinya diapresiasi.(yon/may)